Senin, 09 Mei 2011

PERANAN SERIKAT PEKERJA/BURUH DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya organisasi pekerja baik dalam bentuk SP/SB adalah untuk melaksanakan salah satu hak asasi manusia yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat dan berorganisasi, yang selanjutnya diharapkan terpenuhinya hak dasar buruh akan upah yang layak, tanpa diskriminasi dalam kerja dan jabatan, adanya jaminan sosial, adanya perlindungan dan pengawasan kerja yang baik, dan sebagainya.[1]
Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan kebutuhan hak asasi manusia sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Serikat Pekerja atau Serikat Buruh merupakan bentuk pelaksanaan dari hak seseorang untuk berserikat dan berkumpul. Adanya serikat Pekerja / Buruh sangat penting bagi kelangsungan hubungan industrial. Serikat Pekerja diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal dalam rangka meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan.[2]
Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga dituangkan dalam Konvensi ILO No. 87 Tahun 1956 (Freedom Of Association and Protection Of The Right to Organise) dimana pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keppres No. 83 tahun 1998; pasal (2) Para Pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing – masing, bergabung dengan organisasi – organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain; pasal (4) Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.
Sejak diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 Tahun 1956 dengan Keppres No. 83 Tahun 1998, kemudian dikeluarkan UU. No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan antara lain : “Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Tujuan dari pada serikat pekerja/serikat buruh ini dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat 1 UU. No. 21 Tahun 2000 yang menyatakan : Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
Dari uraian di atas, perlu di tinjau kembali bagaimana penerapan Konvensi ILO. No. 87 tahun 1956 1956 (Freedom Of Association and Protection Of The Right to Organise) yang telah diratifikasi dengan Keppres No. 83 Tahun 1998 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan berorganisasi ini.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Bagaimana Penerapan Konvensi ILO Tentang Kebebasan Berserikat dan Berorganisasi di Indonesia?
B. Bagaimana Peranan Serikat Pekerja/Buruh Dalam Hubungan Industrial?
BAB III
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan. Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu kita kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Arahnya adalah untuk mencipatakan sistem dan kelembagaan yang ideal, sehingga tercipat kondisi kerja yang produktif, harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Hubungan industrial juga mencakup hal yang dikaitkan dengan interaksi manusia di tempat kerja. Hal tersebut sangat nyata ketika terjadi berbagai gejolak dan permasalahan. Dampaknya adalah akan mengganggu suasana kerja dan berakibat pada penurunan kinerja serta produksi di tempat kerja. Semua itu terkait dengan keberhasilan atau kegagalan mengelola hubungan industrial dalam perusahaan.[3]
Dr. Payaman J. Simanjuntak, APU mengemukakan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa pelayanan jasa disuatu perusahaan. Tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan yang aman dan harmonis antara pihak-pihak tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha. Dengan demikian pembinaan hubungan industrial merupakan bagian atau salah satu aspek dari manajemen sumber daya manusia.[4]
Pengangkatan kesejahteraan pekerja/buruh dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dalam rangka mengangkat derajat nila-nilai kemanusiaan. Untuk itu penanganan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan PHK di perusahaan merupakan persoalan yang penting dan mendasar. Dalam rangka untuk menjamin terwujudnya ketenangan bekerja dan berusaha bagi pekerja.buruh dan pengusaha maka adanya sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang efektif, efisien, dan cepat perlu secara terus menerus diupayakan seoptimal mungkin.
Memang tidak mudah membangun kondisi hubungan industrial yang benarbenar ideal menurut ukuran masing-masing pihak, namun di sisi lain bukan sesuat yang mustahil untuk mencari pendekatan-pendekatan yang adil terhadap semua permasalahan ketenagakerjaan secara menyeluruh. Untuk itu perlu dilakukan diskusi secara berkesinambungan guna mengatasi semua yang muncul baik saat sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Atas pertimbangan bahwa manajemen dan serikat pekerja/serikat buruh merupakan intisel atau elemen yang paling pokok dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan PHK serta faktor kunci modernisasi hubungan industrial di perusahaan.
  1. Serikat Buruh Sebagai Wujud Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Serta Mengeluarkan Pendapat
Dengan Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat melalui Keputusan Presiden R.I. Nomor 83 tahun 1998. dimulailah babak baru dalam berorganisasi di kalangan pekerja/buruh di Indonesia. Ratifikasi tersebut menanamkan fondasi yang teguh bagi demokratisasi gerakan pekerja/buruh, sejalan dengan tuntutan reformasi di segala bidang kegiatan bangsa Indonesia. Sebagai salah satu langkah reformasi bidang Hubungan Industrial dan sejalan pula dengan ratifikasi konvensi ILO tersebut, maka negara Indonesia telah mengundangkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada tanggal 4 Agustus 2000.
Pada perjalananya, memang ditemukan beberapa kondisi yang tidak mudah dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tersebut. Namun tentunya kesulitan-kesulitan tersebut tidak boleh menyurutkan tekad kita bersama untuk terus menegakkan dan menumbuhkan spirit demokrasi di kalangan pekerja/buruh sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Serikat Pekerja Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Bab satu berisi definisi umum. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang didirikan oleh, dari dan untuk pekerja di dalam atau di luar perusahaan, milik negara atau pribadi, yang bersifat tidak terikat, terbuka, independen dan demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memperjuangkan, membela dan melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja, maupun untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Istilah pekerja/buruh. mengacu pada setiap orang yang bekerja untuk memperoleh upah atau bentuk pendapatan yang lain. Serikat harus bersifat tidak terikat, terbuka, independen, demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya adalah:
1.Tidak terikat.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya serikat tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh .pihak-pihak lain. Sebagai contoh, serikat harus bebas menentukan rencana kerjanya. Namun apabila sebuah serikat menjadi anggota federasi atau konfederasi, ia terikat oleh peraturan organisasi federasi dan konfederasi tersebut. Dengan demikian wajar bila federasi dan konfederasi, yang termasuk dalam kategori .pihak-pihak lain, akan mempengaruhi perkembangan rencana kerja serikat tersebut.
2.Terbuka.
Dalam menerima anggota dan/atau membela kepentingan pekerja, serikat tidak boleh melakukan diskriminasi berdasarkan aliran politik, agama, suku atau gender.
3.Independen.
Pengoperasian dan pengembangan organisasi harus didasarkan pada kemandirian tanpa dikendalikan oleh pihak diluar organisasi. Seperti telah dijelaskan, pihak-pihak lain tidak termasuk federasi dan konfederasi dimana ia berafiliasi.
4.Demokratis.
Prinsip-prinsip demokrasi ditegakkan dalam pembentukan, pemilihan pengurus dan dalam mempertahankan serta menjalankan hak dan kewajiban organisasi. Karena pembentukan serikat merupakan perwujudan demokratisasi dalam sebuah masyarakat yang lahir dari kebebasan berserikat dan kebebasan menyatakan pendapat, maka dengan sendirinya prinsip-prinsip demokrasi harus ditegakkan dalam penataan atau pengoperasian serikat.
5.Dapat Dipertanggungjawabkan.
Dapat bertanggung jawab kepada anggotanya, masyarakat dan negara dalam mencapai tujuannya dan melaksanakan hak dan kewajibannya. Bertanggung jawab kepada masyarakat termasuk bertanggung jawab untuk menjamin kelangsungan aliran produksi dan jasa, baik dalam bentuk barang maupun jasa, demi kebaikan konsumen/masyarakat secara umum.
Tujuan dibentuknya serikat adalah untuk melindungi anggotanya dan untuk membela hak dan kepentingan maupun meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya hingga ke tingkat yang wajar. Tujuan ini tidak dapat tercapai apabila perusahaan tempat para pekerja dipekerjakan tidak produktif. Oleh karenanya, pekerja yang ingin meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya diharapkan pula menyumbang pada peningkatan kinerja perusahaan.
Tujuan serikat ialah untuk memperbaiki kesejahteraan anggotanya atau pekerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, serikat harus bersifat terbuka dalam menerima anggota dan tidak melakukan diskriminasi atas dasar aliran politik, agama, etnis atau gender. Sedangkan fungsi utama serikat adalah:
  1. Menyusun PKB atau dokumen penyelesaian perselisihan;
  2. Mewakili pekerja dalam forum kerja sama ketenagakerjaan manapun;
  3. Sebagai fasilitator hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan adil;
  4. Sebagai wahana untuk menyalurkan aspirasi dalam membela hak dan kepentingan anggotanya;
  5. Perencanaan, pelaksana dan bertanggung jawab selama berlangsungnya pemogokan, sesuai ketentuan hukum;
  6. Mewakili pekerja dalam membela hak kepemilikan bersama dalam perusahaan.[5]
  1. Peran Serikat Pekerja Dalam Perselisihan Hubungan Industrial
Serikat pekerja dibentuk oleh para pekerja dengan memastikan bahwa kedudukan dan hak mereka sebagai pekerja dapat seimbang dengan kewajiban yang mereka lakukan untuk pengusaha. dalam hubungan pekerja dan majikan atau pengusaha, tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan pekerja lebih tinggi. dan kadangkala itu mengakibatkan kesewenang-wenangan para majikan terhadap pekerjanya.
Untuk mengurangi dan menghadapi kemungkinan kesewenang-wenangan tersebut, para pekerja sebaiknya mempunyai sebuah perkumpulan ang biasanya dinamakan serikat pekerja. dengan serikat pekerja, para pekerja dapat bersatu padu sehingga menyeimbangkan posisi mereka dengan pengusaha. Oleh karena itulah wajar apabila tiap orang memiliki hak untuk bergabung dengan serikat buruh yang ia pilih secara bebas untuk bergabung, meningkatkan dan melindungi kepentingannya. negara diizinkan melakukan pembatasan yang masuk akal terhadap hak ini, untuk melindungi orang lain.
Pada dasarnya organisasi pekerja baik dalam bentuk Serikat Pekerja atau Serkat Buruh adalah untuk melaksanakan salah satu hak asasi manusia yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran yang selanjutnya diharapkan terpenuhinya hak dasar buruh akan upah yang layak, tanpa diskriminasi dalam kerjaan atau jabatan, adanya jaminan sosial, adanya perlindungan dan pengawasan kerja yang baik, dan sebagainya.
Dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 dijabarkan apa yang menjadi tujuan serikat pekerja/ serikat buruh yaitu guna memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Peran serikat buruh dalam menyuarakan aspirasi dan partisipasi dalam pembangunan pada dasarnya termasuk hak atas pembangunan. Partisipasi dalam pembangunan mengandung arti bahwa individu atau kelompok akan menikmati hasil-hasil pembangunan dengan hak berserikat yang terjamin. Secara konseptual maka melalui serikat pekerja/serikat buruh diharapkan bahwa:
- Dapat berpartisipasi secara efektif dalam perumusan kebijaksanaan dan keputusan serta pelaksanaannya baik di tingkat lokal maupun nasional. sehingga aspirasi mereka benar-benar diperhatikan.
- Merumuskan dan melakukan tugas ekonomi, sosial, politik dan budaya atas dasar pilihan sendiri berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan guna memperbaiki standard dan kualitas kehidupan mereka serta melestarikan dan mengembangkan kebudayaannya.
- Berpartisipasi dalam memantau dan meninjau kembali proses pembangunan.
Adapun implikasi dari adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah:
- Bagi badan pemerintah di bidang perburuhan tingkat nasional dan propinsi: administrasi peraturan termasuk: penerimaan surat pemberitahuan tentang pembentukan serikat; memastikan dipenuhinya persyaratan pendaftaran oleh serikat; mengeluarkan nomor pendaftaran; serta menyimpan dan memperbaharui data-data pendaftaran serikat.
- Bagi pekerja dan serikat: memahami hak dan kewajibannya sehubungan dengan surat pemberitahuan; mengembangkan AD/ART organisasi; administrasi dan laporan keuangan yang tepat; dan peran serikat dalam mewakili anggota membuat PKB dan menyelesaikan perselisihan industrial.
- Untuk pengusaha: memahami kewajiban mereka untuk tidak ikut campur dalam pembentukan atau pengoperasian serikat, ataupun melakukan tindakan diskriminasi terhadap anggota dan pengurus serikat, dan untuk berhubungan dengan serikat-serikat yang baru dalam setiap masalah industrial dan perundingan.
Dalam hubungan industrial di tingkat perusahaan, banyak lembaga yang dapat dijadikan sarana untuk membangun kerja sama. Dua di antaranya yang terpenting adalah membentuk lembaga kerja sama Bipartit dan membuat perjanjian kerja bersama (PKB) tentunya dengan anggapan di perusahaan telah berdiri serikat pekerja.[6]
a. Lembaga Kerja Sama Bipartit
Lembaga kerja sama Bipartir adalah suatu badan pada tingkat perusahaan atau unit produksi dibentuk oleh pekerja bersama-sama dengan pengusaha. Anggota Bipartit ditunjuk berdasar kesepakatan dan keahlian. Lembaga Bipartiti merupakan forum konsultasi, komunikasi, dan musyawarah dengan tugas utama sebagai media penerapan hubungan industrial dalam praktik kehidupan kinerja sehari-hari, khususnya dalam kaitan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, ketenangan kerja dan usaha, serta peningkatan partisipasi pekerja dalam penetapan kerja.
b. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama merupakan kelembagaan partisipasi yang berorientasi pada usaha-usaha untuk melestarikan dan mengembangkan keserasian hubungan kerja, usaha dan kesejahteraan bersama. Berdasarkan peran yang diharapkan dari perjanjina kerja bersama tersebut.organisasi pekerja dan pengusaha/organisasi pengusaha dalam menyusun secara bersama-sama syarat-syarat kerja harus melandaskan ciri pada sikap-sikap keterbukaan yang berorientasi ke depan, kekeluargaan, gotong royong, musyawarah dan mufakat, serta bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian yang telah dibuat.
c. Pengupahan yang Adil dan Layak
Pengupahan yang adil dan layak adalah pengupahan yang mampu menghargai seseorang karena prestasi dan pengabdiannya terhadap perusahaan. Upah yang adil adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan pendidikan, pengalaman dan keterampilan seorang pekerja. Adapun upah yang layak adalah upah yang dapat memberikan jaminan kepastian hidup dalam memenuhi kebutuhan pekerja beserta seluruh keluarganya, baik kebutuhan materil maupun spritual.
d. Pendidikan dan Latihan
Hubungan industrial tidak saja memerlukan perubahan sikap mental maupun sikap sosial para pelakunya, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan teknis dan manajemen perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin siap bersaing di pasar bebas harus pula menyiapkan konsepsi pendidikan dan latihan seumur hidup di perusahannya.
e. Membangun Komunikasi
Komunikasi membangun perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja guna memperbaiki kualitas kerja.
Apabila unsur-unsur ketahanan perusahaan telah berjalan dengan baik, hal itu akan dapat mencegah gejolak sosial. Tujuan utama hubungan industria, ingin menciptakan ketenangan usaha, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia. Hubungan yang harmonis dan berkesinambungan, akan menyingkirkan jauh-jauh konsep perimbangan atau pertentangan. Selanjutnya yang akan ditumbuhkembangkan adalah hubungan industrial yang ingin meningkatkan produktivitas, sikap kebersamaan, kepatutan, dan rasa keadilan. Dengan demikian para pihak tidak akan saling bermusuhan dalam berproduksi, tetap saling menghormati, saling mengerti hal dan kewajiban dalam proses produksi, dan saling membantu untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan, dalam menghadapi persaingan bebas.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara.
- Dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
- Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
- Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Serikat pekerja dibentuk oleh para pekerja dengan memastikan bahwa kedudukan dan hak mereka sebagai pekerja dapat seimbang dengan kewajiban yang mereka lakukan untuk pengusaha. dalam hubungan pekerja dan majikan atau pengusaha, tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan pekerja lebih tinggi. dan kadangkala itu mengakibatkan kesewenang-wenangan para majikan terhadap pekerjanya.
B. Saran
1. Posisi Serikat pekerja/serikat buru harus lebih diperkuat sehingga dalam menjalankan fungsinya dapat maksimal dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, sehingga dapat mewujudkan hubungan industrial yang harmonis sesuai dengan cita-cita hubungan industrial pancasila.
2. Serikat pekerja/serikat buruh sendiri tentunya harus memperjuangkan hak-hak pekerja/buruh sehingga kedudukan dan hak mereka sebagai pekerja dapat seimbang dengan kewajiban yang mereka lakukan untuk pengusaha.


[1] Agusmidah. Peran Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Menghadapi Era Globalisasi. USU Repository, 2005

[2] Asri Wijayanti, Fungsi Serikat Pekerja Dalam Peningkatan Hubungan Industrial, dapat di lihat di http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/290.

[3] Adrian Sutedi, SH, MH. Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 23
[4] Supomo Suparman, SH. Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial, hlm 3

[5] Rezafaraby, Peran Serikat Pekerja dalam Upaya Menjamin Pemenuhan Hak Pekerja, dapat di lihat di http://stasiunhukum.wordpress.com/2009/11/02/peran-serikat-pekerja-dalam-upaya-menjamin-pemenuhan-hak-pekerja/

[6] Adrian Sutedi, SH, MH. opcit hlm 41